OPINI: Ransomware, Siapa Berani Lawan?

0 0
Read Time:3 Minute, 30 Second

gospelangolano.com, Jakarta – Ketergantungan kita terhadap internet dalam kehidupan sehari-hari dan penyelenggaraan negara akan semakin meningkat, begitu pula dengan ancaman serangan online dalam bentuk apapun, termasuk ransomware ( pembajakan internet ).

Pembajakan cyber berbeda dengan pembajakan yang dapat dicegah dengan menempatkan keamanan militer di kapal. Pembajakan internet atau ransomware tidak terlihat secara fisik dan serangan dilakukan dari seluruh dunia!

Semakin canggih sistem keamanan siber, semakin canggih pula ransomware! Dan yang menimbulkan kerugian bagi banyak organisasi pengguna internet seperti dunia usaha dan perusahaan jasa bahkan organisasi nirlaba, karena mereka hanya sebagai pengguna, bukan pengembang perangkat lunak.

Mereka tidak seperti pengemudi yang dipelajari dan bergerak cepat oleh kebanyakan anak muda. Apalagi jika dibandingkan dengan kantor pemerintahan atau kantor birokrasi yang seringkali lamban dan agresif.

Secara umum, peretas menginstal server dan sistem internal, mengunggah (pemrosesan data) informasi penting, dan kemudian meminta pembayaran (pembelian) dalam bentuk mata uang kripto yang didanai oleh bursa Tiongkok.

Dalam perang siber, penyerangan dilakukan dengan cara menghancurkan (mematikan) aktivitas hal-hal penting, seperti listrik, distribusi gas, bahkan bisnis perusahaan. Rusia pernah melakukan hal ini dengan menutup pembangkit listrik di Ukraina.

Selain itu, sulit bagi kita untuk menemukan sumber serangan karena alamat IP (Internet Protocol) (alamat penyerang) yang diacak dengan canggih. Peluang bisnis Ransomware semakin berkembang di era digital.

Bahkan Korea Utara, sejak mendapat sanksi dari negara-negara Barat, meresponsnya dengan membentuk pasukan yang disebut prajurit siber.

Miri College dan Universitas Militer Kim Il Sung melatih 1000 tentara secara online setiap tahun. Kebanyakan, mereka menyerang perusahaan besar dan UKM serta organisasi besar di Korea Selatan.

Menurut Intelijen Korea Selatan, pengeluaran mereka untuk membayar ransomware pada tahun 2020 adalah sekitar $1,8 miliar (sekitar Rp30 juta), meningkat 18 kali lipat dalam 5 tahun.

Menurut Komite Sanksi PBB terhadap Korea Utara, pendapatan Korea Utara dari ransomware mencapai USD 316 juta per tahun. Jumlah tersebut belum bisa dipastikan karena memerlukan kerja sama dengan China (Nikei Asia Research).

Peningkatan serangan pembajakan online juga terjadi di Inggris. Lebih dari 2,3 juta serangan akan terjadi di Inggris pada tahun 2023. Bisnis di seluruh dunia juga terkena dampak ransomware, termasuk; Mobil Honda buatan Jepang menutup pabriknya di Ohio dan Brazil selama 3 hari.

Selain itu, operasional pabrik Honda di banyak negara seperti Jepang, Turki, Italia, dan Inggris juga mengalami kesulitan. Pada tahun 2020, Picanol, produsen mesin jahit asal Belgia, harus menghentikan operasinya di China dan Eropa.

Di Australia, bahkan produsen baja terbesar Blue Scope juga terkena serangan ransomware. Fresenius, operator rumah sakit besar di Eropa, mengalami serangan cyber yang mengganggu layanan dialisis pasien rumah sakit!

Serangan siber meningkat pesat dari tahun ke tahun. Kerugian akibat ransomware telah meningkat sebesar 270 persen.​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​

Jumlah ini bahkan lebih tinggi lagi karena banyak perusahaan di seluruh dunia yang terkena ransomware tidak mengungkapkan status mereka dan lebih cenderung membayar harga (uang) kerahasiaan. Karena hal ini dianggap lebih berhasil dibandingkan kerugian usaha dan hilangnya nilai serta integritas melanjutkan usahanya yang lebih dari harga beli yang diminta.

Peristiwa baru-baru ini di Indonesia yang berujung pada serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional, Imigrasi, Badan Intelijen Strategis, dan NAFIS Polri membuktikan bahwa Indonesia menjadi sasaran empuk para peretas internet yang mencari uang.

Kelemahan perlindungan keamanan dipertahankan oleh peretas, karena kami tidak memiliki pembaruan tinta keamanan.

Serangan online tidak boleh dianggap enteng, karena bersifat “menipu” atau mematikan dan menyebar dengan cepat dalam waktu singkat.

Teknik yang digunakan dalam serangan siber kini semakin canggih. Data besar setiap negara telah menjadi semacam perekonomian baru yang penting bagi negara yang harus melindungi negaranya. Big data lebih berharga dari kekayaan alam negara!

Respons kita terhadap serangan siber memerlukan kehati-hatian dan kehati-hatian serta memerlukan perhatian seluruh otoritas terkait dan pemangku kepentingan yang belum memahami pentingnya perlindungan informasi nasional yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam dunia usaha dan administrasi pemerintahan.

Seharusnya kita mulai mengetahui dan berhati-hati sejak dua puluh tahun yang lalu. Memanfaatkan situasi ini dengan meminta Menteri Komunikasi dan Informatika mundur hanyalah manuver politik yang tidak perlu dan tidak akan memberikan solusi jangka panjang.

Siapapun yang berkuasa yang bertanggung jawab dan mengabaikan keamanan internet untuk melindungi informasi negara harus bertanggung jawab.

Prioritas sebaiknya diberikan pada kombinasi dana DPR RI dan pemerintah. Apakah kita akan menunggu sampai uang negara yang ada di bank hilang karena kegagalan bank akibat pasar?

happy OPINI: Ransomware, Siapa Berani Lawan?
Happy
0 %
sad OPINI: Ransomware, Siapa Berani Lawan?
Sad
0 %
excited OPINI: Ransomware, Siapa Berani Lawan?
Excited
0 %
sleepy OPINI: Ransomware, Siapa Berani Lawan?
Sleepy
0 %
angry OPINI: Ransomware, Siapa Berani Lawan?
Angry
0 %
surprise OPINI: Ransomware, Siapa Berani Lawan?
Surprise
0 %

You May Have Missed

PAY4D